Sarung berwarna hitam dalam bahasa Kajang (tope le’leng) merupakan sebuah simbolisasi budaya yang bijak bagi warga Kajang.
Bumipanritalopi.com, Budaya – “Punna Kalumannyang Kalupepeang Ngasem’mi Tauwwa, Nuribokoa Kalumannyang Iyamintu Ammatoa”
Kenapa orang Kajang asli selalu tidak memakai sandal?
Sebuah pertanyaan yang mungkin akan anda lontarkan bila anda menyaksikan tontonan via TV maupun saluran channel Youtube, kami masyarakat asli dari daerah (Kajang) ini. Tidak memakai alas kaki.
Harga sandal variatif, dari Rp 10.000,- yang bisa kami dapatkan di Pasar Tupare, Kajappoa, Kalimporo hingga pelabuhan Kajang. Adalah harga yang terjangkau, namun prinsip memegang budaya tentu jauh lebih mahal.
Dalam narasi Pesan Ammatoa”
“Punna Kalumannyang Kalupepeang Ngase’mi Tauwwa, Nuribokoa Kalumannyang Iyamintu Ammatoa”
Memiliki makna:
“Punna Kalumannyang Kalupepeang Ngase’mi Tauwwa, (jika semua orang telah menjadi kaya raya) Nuribokoa Kalumannyang Iyamintu Ammatoa (maka yang terakhir kaya adalah Ammatoa)“
Tentu pesan ini menjadi tersirat maupun tersurat untuk mereka di kawasan adat, untuk selalu bersikap bersahaja. Tidak berlomba untuk pamer kekayaan.
Tope Le’leng (sarung kajang) merupakan simbol dan pakaian adat Kajang. Yang merupakan sebuah Budaya pada Kabupaten Bulukumba.
Yang memiliki pemaknaan pensejajaran antara yang satu dengan yang lainnya. Sebab pada realitas dari kostum ini menyemat pada setiap orang pada teritorial ini pada semua lapisan sosial masyrakatnya.
Nilai Budaya Kajang Pada Sarung Hitam
Hitam itu bersahaja dan berkarakter.
Maksudnya, kami harus hidup secara sederhana, tidak berlebih-lebihan (pamer).
Meski bersahaja, namun tidak mengharap belas kasih (tidak memelas). Sederhana tidak kami artikan ketidakberdayaan. Melainkan derap langkah yang seiring (sama) antara satu dengan yang lainnya.
Kami membuktikan hidup bersahaja tersebut, dengan menggunakan pakaian “seragam serba hitam” atau tidak berwarna-warni dalam kehidupan sehari-hari (beberapa acara atau kegiatan). Terutama kegiatan adat.
Tope Le’leng atau sarung hitam merupakan produk budaya (asli) Kajang. Dengan menggunakan tangan terampil warga asli Kajang sejak masa lampau.
Bahan dan materi pembuatannya, tentu berbeda dengan sarung hitam yang diproduksi oleh pabrikan.
Baca Tana Panrita: Bijaknya Ammatoa, Memimpin Suku Konjo.
Menjaga Originalitas Tope Le’leng
Tope le’leng adalah sarung hitam. Pada masyarakat konjo juga menyebutnya Lipa’ Le’leng, ini sama artinya juga Sarung Hitam.
Teknologi berkembang pesat, sehingga hampir semua produk budaya bisa dibuat secara imitasi.
Akan tetapi, mereka yang memahami original budaya. Tentu hanya menggunakan tope le’leng (sarung hitam) khas kajang yang merupakan produk asli pada tanah Kajang.
Sebab terdapat beberapa bahan utama pembuatan sarung ini hanya terdapat di daratan Kajang.
Memahami Ke Aslian Sarung Hitam
Sekedar hitam, bisa jadi kita temukan di luar dari daerah ini. Namun yang hitam dan menjadi identitas, tentu memiliki corak dan bentuk yang khas. Terutama pada beberapa teksturnya.
Pewarna
Membuat sarung dengan pewarnaan, ada beberapa cara, yakni dengan warna buatan maupun warna alami. Untuk pewarna alami kita mengenal tarum, indigofera, teh, Jallawei Jambu Biji dan kunyit.
Sarung khas Kajang, tidak menggunakan pewarna buatan. Tetapi dengan bahan alami, yakni Indigofera, atau tarung (nila, tarum maupun Indigo). Atau Indigofera Tictoria dalam bahasa latinnya yang keren.
Yang tumbuh pada hutam alami di Kajang.
Sebagaimana tumbuhan tersebut menghasilkan warna Biru Kehitaman. Tumbuhan ini secara alamiah tumbuh, tanpa menggunakan pupuk buatan. Sehingga nilai organiknya terjaga.
Pohon Nila tersebut yang memberikan karakter nilai budaya orang Kajang, sekaligus membentuk karakter warna pakaian untuk menutup tubuh mereka dalam bentuk pakaian lengkap, Seperti sarung, kemeja dan passapu (dalam bahasa Makassar, patonro). Sebagaimana passapu adalah penutup kepala.
Saksama
Proses pembuatan untuk menjalin setiap utasan benang. Dengan cara yang teliti, akurat (saksama). Tentu oranglain bisa menenun.
Akan tetapi, mereka yang menenun jenis kain ini pada tanah Kajang memiliki ketelitian yang sangat dalam. Sebab cara pembuatannya membutuhkan waktu untuk terampil.
Proses pembuatan sarung ini, berhubungan dengan nilai budaya. Yang bermakna pembuatnya harus menyelam dengan budaya tersebut.
Produksi Di Kajang
Tidak kalah pentingnya, sarung jenis ini memiliki produksi di lokasi kawasan adat Ammatoa Kajang. Sarung ini tidak terproduksi selain pada kawasan Kajang. Kecamatan lain seperti Herlang, Bontotiro, tidak menenun sarung jenis ini.
Anda pernah membaca tentang lipa’ Sabbe? Sarung asal Bulukumba yang terproduksi di Bira, Bontobahari. Akan tetapi meski banyak penenun berkelas ahli namun mereka tidak memproduksi sarung hitam tersebut. Bontobahari adalah kecamatan di Kabupaten Bulukumba (dekat Kajang).
Kenapa penenun luar Kajang tidak memproduksi sarung hitam?
Tentu ini berhubungan dengan sikap memahami akar budaya, bahwa penenun luar Kajang bisa saja membuat jenis sarung tersebut. Akan tetapi mereka yang ada di Bontobahari (kawasan pembuatan Pinisi). Memahami originalitas budaya. Sebagaimana keaslian pembuatan Pinisi di Tanaberu Bontobahari, Bulukumba.
Baca Tana Panrita Lopi: Slogan Budaya Orang Bulukumba
Stok Terbatas
Banyak peminat sarung Kajang. Stoknya terbatas. Apakah itu penyebab sarung ini mahal hingga berharga jutaan rupiah?
Teori ekonomi kita akan berputar pada asumsi tersebut. Namun konsep ekonomi liberal tidak berlaku pada pembuatan sarung ini.
Sebab pada penyataannya, proses pembuatan jenis sarung ini memakan waktu yang lama. Juga mengumpulkan bahan natural adalah prinsip kerja.
Sehingga mereka para penenun, tidak menyiapkan stok berlebih.
Jika mereka mau memanfaatkan komoditas ini sebagai cara untuk mendapatkan uang yang banyak. Maka tentu mereka bisa membuat stok yang banyak. Lalu memasarkannya pada pasar-pasar. Termasuk pada Pasar Sentral Bulukumba.
Kenyataannya tidak demikian, mereka memproduksi sesuai dengan pesanan.
Sarung Hitam Terjual di Kajang
Hal yang menjaga originalitas atau keaslian sarung ini adalah transaksi jual beli pada daerah Kajang. Beberapa faktor yang menyebabkan sarung ini hanya terjual di Kajang:
- Mereka menganggap bahwa sarung adalah produk budaya (bukan sebagai komoditas ekonomi),
- Yang banyak menjadi konsumen adalah masyarakat adat,
Serta beberapa faktor lain. Namun pada prinsip utamanya adalah menjaga originalitas daripada produk budaya tersebut.
Ciri Tope Le’leng (Sarung Hitam) Asli Kajang
Soal nama Sarung Hitam Kajang, sebenarnya bisa juga sarung ini kita buat tidak harus di Kajang. Sebagaimana kemajuan teknologi sekarang ini.
Contoh produk, Roti Maros. Dulu roti ini hanya diproduksi di Kabupaten Maros, maka nama brandnya adalah roti Maros. Meski kita bisa temukan di Kabupaten Takalar. Tetap dengan label Roti Maros.
Namun apakah sama cita rasa Roti Maros yang di produksi di Maros secara original dengan Roti di Maros di Jeneponto?
Maka jawabannya jelas, bahwa bisa terjadi perbedaan dari hal tersebut. Sebab pembuatnya bisa jadi bukan lagi orang Maros.
Narasi perbandingan ini tentu berbeda dengan Tope Le’leng.
Bahwa sarung hitam bisa dibuat menyerupai Sarung Kajang dan kita produksi di Pangkep atau Bone misalnya. Namun secara filosofi, namanya bukan lagi Tope Le’leng. Sebab jika hal itu dibuat di Bone maka namanya Lipa’ Lotong. Artinya sama, dalam bahasa Indonesia (Sarung Hitam).
Tapi tentu sudah memiliki makna budaya yang berbeda.
Sehingga untuk menjawab bagaimana ciri-ciri Tope Le’leng asal Kajang, maka berikut penjelasannya:
Warna Biru Tua (Kehitaman)
Sepintas lalu, warna sarung ini adalah hitam. Akan tetapi kita memperhatikannya lebih dalam, warnanya bukan hitam (bolong puppu’). Melainkan warna biru tua yang kehitaman.
Hal itu terjadi karena warna Nila (Tarum, Tarung, atau Indigofera) sebagai pewarna naturalistik dari produk ini.
Kain Tebal
Pemintalan benang secara manual (awal sejarah pembuatan sarung ini). Dengan ukuran yang besar dari benang tekstil lainnya. Sehingga sarung jenis ini memiliki kain yang tebal. Namun meski tebal, kain ini tidak panas ketika kita pakai.
Berpori
Terbuat secara manual, dari pemintalan hingga proses menenun. Sehingga sarung asli Kajang memiliki pori-pori yang memiliki manfaat, yakni:
- Ketika cuaca panas menjadikan sarung ini menciptakan ventilasi udara yang cukup. Sehingga meski tebal, maka kondisi tubuh tidak kepanasan.
- Ketika cuaca dingin, maka dengan akkalimbu’ (merapatkan sarung kekulit) dalam posisi akkudu’-kudu’ (baring membungkukkan badan seperti bayi) di tempat tdur, mambuat badan menjadi hangat pada cuaca dingin.
Mantap kan, sarungnya yang accelerated terhadap kondisi suhu sekitar, dengan adaptasi temperatur yang baik.
Lembut
Meski kelihatan berpori dan benang besar, namun tidak membuat sarung ini kasar. Justru sebaliknya sangat halus ketika kita menyentuhnya.
Tentu berbeda dengan sarung-sarung bermerk lainnya. Dengan berbagai brand.
Baca Juga Panrita Lopi: Arti Makan Dalam Bahasa Konjo
Ukuran
Selanjutnya yang menjadi ciri khas keaslian dari tope le’leng adalah ukurannya. Jika sarung secara umum berukuran lebar 60 cm dan panjang atau tinggi 1 meter.
Maka sarung kajang ini berbeda. Sebab ukurannya mencapai lebar 110 cm dan panjang (tinggi) 150 cm.
Harga
Dalam segi harga terbagi menjadi 3, tergantung kualitas dan warnanya.
- Pertama, Harga Rp 400.000, -, jenis sarung dengan harga termurah. Kualitas bagus dan warnanya sedikit redup (doff).
- Kedua, Harga Rp 800.000,- jenis harga menengah. Kualitas sangat bagus. Warna mengkilap dan telah di Garusu (difinishing berupa pelurusan dan mengkilapkan). Garusu ini yang membedakan dengan harga pertama.
- Ketiga, seharga Rp 1.500.000,- hingga Rp 2.500.000,-, ini hampir sama dengan harga yang kedua. Namun yang membedakan. Sarung ini biasanya memiliki sumber sejarah, yakni pembuatnya adalah maestro, yang khusus untuk sarung tamu pemerintah Kabupaten Bulukumba. Yakni sarung hadiah.
Kualitas super dengan warna yang biru kehitaman, lembut dan mengkilap.
Sampai pada paragraf ini, kita sudah memahami tentang bagaimana filosofi dari sarung asli kajang. Kita bisa menemukan berbagai lapak maupun agent penjualan jenis sarung ini pada media sosial yang terjual secara online.
Dan untuk menjaga agar barang yang kita beli adalah barang yang original, maka sebaiknya harus mengetahui sumber produksi dari penjual tersebut. Mengingat harganya yang tidak murah.
Sehingga harus hati-hati dalam membeli, apalagi jika sarung tersebut akan menjadi persembahan untuk orang-orang penting anda yang berasal dari daerah lain.
Untuk hal tersebut Bumipanritali.com bisa memfasilitasi untuk mengarahkan sumber sarung asli daerah kajang , Konjo Bulukumba tersebut. Silahkan isi kolom komentar.
Sumber:
- Jenis bahan pewarna, Fitinline
- Mengenal suku konjo, Beritaku.Id
- Tenun Kajang Bulukumba, Celebesta